JAKARTA, celebrities.id Dewa dewi dalam agama Hindu beserta tugasnya bersifat esa dan berperan sebagai sosok penguasa mutlak nan kekal.Namun, dewa dewi tersebut juga mewujud sesuai tugasnya masing-masing dalam menjaga keseimbangan alam.
Mengutip dari berbagai sumber, Selasa (22/2/2022), berikut ini dewa dewi dalam agama Hindu yang paling populer dan juga tugas-tugas yang mereka emban.
Dewa-Dewi dalam agama Hindu yang pertama adalah Brahma. Dewa Brahma adalah bagian pertama dari Tritunggal yang bertugas sebagai pencipta semesta.
Dalam mitologi Hindu, Dewa Brahma lahir bukan dari rahim seorang ibu melainkan dari sebuah bunga teratai.
Dewa-Dewi dalam agama Hindu yang ke-dua adalah Wisnu. Seperti Dewa Brahma, Dewa Wisnu adalah bagian dari Tritunggal yang tugasnya mempertahankan keharmonisan alam semesta. Nantinya, tugas Dewa Wisnu akan dilanjutkan dengan anggota Tritunggal ke-tiga.
Dewa-Dewi dalam agama Hindu yang ke-tiga adalah Siwa. Melanjutkan tugas Dewa Wisnu, Dewa Siwa berperan sebagai pelebur alam semesta dan mempersiapkannya untuk penciptaan kembali. Dengan tugasnya ini, siklus kehidupan pun akan dimulai kembali di tangan Dewa Brahma.
Dewa-Dewi dalam agama Hindu yang selanjutnya adalah Ganesha. Dikenal berkepala gajah, Dewa Ganesha adalah dewa ilmu pengetahuan dan juga kebijaksanaan. Meski Tuhan punya konsep tak beranak dan diperanakkan, dalam panteon Hindu Dewa Ganesha adalah putra dari Dewa Siwa.
Dewa-Dewi dalam agama Hindu yang berikutnya adalah Sri. Sering disebut oleh orang tua ketika anak-anaknya enggan menghabiskan makanan, Dewi Sri adalah seorang Dewi yang bertugas untuk mengatur pangan serta pertanian di alam semesta.
Dewa-Dewi dalam agama Hindu yang terakhir adalah Agni. Merupakan Dewa Api, Dewa Agni berperan sebagai pemimpin upacara dan juga duta untuk para Dewa. Ia dikenal sebagai Dewa Api karena tubuhnya yang digambarkan berwarna merah dan rambut yang mirip kobaran api.
Dalam Hinduisme, dewa dan dewi bukanlah Tuhan tersendiri yang menyaingi Brahman. Dalam Hinduisme ada banyak kepribadian, atau perwujudan, yang dipuja sebagai Dewa atau Murti. Hinduisme menyatakan bahwa mereka adalah aspek dari Brahman yang mulia; Awatara dari makhluk tertinggi (Bhagawan); atau dianggap makhluk yang berkuasa yang dikenal sebagai Dewa. Pemujaan terhadap setiap Dewa bervariasi di antara tradisi dan filsafat Hindu yang berbeda. Seringkali makhluk tersebut digambarkan berwujud manusia, atau setengah manusia, dengan ikonografi yang unik dan lengkap dalam setiap kasus.
Bhagawan adalah istilah yang dipakai untuk merujuk kepada aspek dari kepribadian Tuhan, bukan untuk dewa-dewi tertentu. Bhagawan tak memiliki jenis kelamin tertentu, bisa dipandang sebagai ayah atau ibu. Kebanyakan umat Hindu, dalam praktik pemujaan sehari-hari, memuja beberapa wujud dari aspek Tuhan tersebut, meskipun mereka percaya terhadap banyak konsep Brahman yang abstrak. Hal ini memungkinkan memuja Tuhan dengan perantara simbol atau gambar, atau membayangkan Tuhan sebagai wujud tertentu.
Terdapat berbagai nama serta gambar dan simbol-simbol yang berbeda, tergantung aspek yang mana yang dipuja. Sebagai contoh, ketika Tuhan bergelar sebagai pencipta, ia disebut Brahma oleh umat Hindu. Ketika Tuhan bergelar sebagai pemelihara, umat Hindu menyebutnya Wisnu. Ketika Tuhan bergelar sebagai pemusnah dunia, ia disebut Siwa.
Beberapa aspek individual dari Tuhan tersebut juga memiliki nama dan gambaran yang berbeda. Sebagai contoh, Kresna dan Rama dianggap sebagai penjelmaan Wisnu. Berbagai Dewa dan gambarannya yang ditemukan dalam agama Hindu dianggap merupakan manifestasi dari satu Tuhan, yang disebut Bhagawan dalam aspek kepribadian dan disebut Brahman ketika dianggap sebagai konsep abstrak.
Dalam agama Hindu, Trimurti (atau Tritunggal Hindu) adalah tiga aspek Tuhan dalam wujudnya sebagai Brahma, Wisnu, dan Siwa.
Agama Hindu menyebut adanya banyak dewa individual. Berbagai dewa dan dewi adalah personifikasi dari aspek Tuhan yang esa dan sama (Iswara). Sebagai contoh, ketika umat Hindu membayangkan Iswara sebagai pemberi ilmu dan pengetahuan, aspek Iswara tersebut diidentifikasi sebagai Dewi Saraswati. Dewi Laksmi adalah personifikasi Iswara sebagai pemberi kekayaan dan kemakmuran. Tidak berarti bahwa Iswara adalah penguasa segala dewa-dewi. Iswara hanyalah nama yang digunakan untuk merujuk kepada kepribadian Tuhan secara umum, dan tidak merujuk kepada dewa-dewi tertentu.
Beberapa perkumpulan sekte agama Hindu, seperti Waisnawa dan Smartisme, memberi pelajaran bahwa Tuhan turun ke bumi dalam wujud manusia atau makhluk tertentu untuk membantu mereka menemukan pencerahan dan kebebasan (moksa). Inkarnasi dari Tuhan disebut Awatara. Hindu mengajarkan bahwa ada banyak awatara sepanjang sejarah dan terus bertambah. Maka Kresna, yang tidak hanya dianggap sebagai salah satu inkarnasi namun sumber segala inkarnasi, mengatakan:
Kapan pun dan dimana pun pelaksaan dharma merosot dan hal-hal yang bertentangan dengan dharma merajalela, pada waktu itulah Aku sendiri turun menjelma, wahai keturunan Bharata. Untuk menyelamatkan orang-orang saleh, membinasakan orang-orang jahat dan untuk menegakkan kembali prinsip-prisnsip dharma, Aku sendiri menjelma dari zaman ke zaman.
(Bhagawadgita, 4.7-8)
Penjelmaan Tuhan yang terkenal adalah Rama, yang riwayatnya diceritakan dalam Ramayana, dan Kresna, yang riwayatnya diceritakan dalam Mahabharata serta Srimad Bhagawatam (Bhagawatapurana).
Dewa-Dewi Hindu: Dewa Hindu, Dewi Hindu, Kresna, Ganesa, Rama, Wisnu, Sri, Nara Dan Narayana, Indra, Gangga, Sukra, Dattatreya, Batara Kala
General Books, 2011 - 64 Seiten
Sumber: Wikipedia. Halaman: 62. Bab: Dewa Hindu, Dewi Hindu, Kresna, Ganesa, Rama, Wisnu, Sri, Nara dan Narayana, Indra, Gangga, Sukra, Dattatreya, Batara Kala, Saraswati, Brahma, Diti, Daftar Dewa-Dewi Hindu, Siwa, Surya Majapahit, Agni, Baruna, Saranya, Laksmi, Tapati, Budha, Kartikeya, Bhairawa, Yama, Dyaus Pita, Parwati, Kali, Durga, Bayu, Trimurti, Kuwera, Radha, Kamajaya, Aditya, Witoba, Sani, Wrehaspati, Candra, Dhanwantari, Hayagriwa, Aditi, Aswin, Khatushyamji, Daksayani, Pertiwi, Anggaraka, Sawitri, Jagatnata, Kamaratih, Rewanta, Antariksa. Kutipan: Kresna IAST: dibaca ]) adalah salah satu dewa yang dipuja oleh umat Hindu, berwujud pria berkulit gelap atau biru tua, memakai dhoti kuning dan mahkota yang dihiasi bulu merak. Dalam seni lukis dan arca, umumnya ia digambarkan sedang bermain seruling sambil berdiri dengan kaki yang ditekuk ke samping. Legenda Hindu dalam kitab Purana dan Mahabharata menyatakan bahwa ia adalah putra kedelapan Basudewa dan Dewaki, bangsawan dari kerajaan Surasena, kerajaan mitologis di India Utara. Secara umum, ia dipuja sebagai awatara (inkarnasi) Dewa Wisnu kedelapan di antara sepuluh awatara Wisnu. Dalam beberapa tradisi perguruan Hindu, misalnya Gaudiya Waisnawa, ia dianggap sebagai manifestasi dari kebenaran mutlak, atau perwujudan Tuhan itu sendiri, dan dalam tafsiran kitab-kitab yang mengatasnamakan Wisnu atau Kresna, misalnya Bhagawatapurana, ia dimuliakan sebagai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Dalam Bhagawatapurana, ia digambarkan sebagai sosok penggembala muda yang mahir bermain seruling, sedangkan dalam wiracarita Mahabharata ia dikenal sebagai sosok pemimpin yang bijaksana, sakti, dan berwibawa. Selain itu ia dikenal pula sebagai tokoh yang memberikan ajaran filosofis, dan umat Hindu meyakini Bhagawadgita sebagai kitab yang memuat kotbah Kresna kepada Arjuna tentang ilmu rohani. Kisah-kisah mengenai Kresna muncul secara luas di berbagai ruang lingkup agama Hindu, baik dalam tradisi filosofis maupun teologis. B...
Hai, Ma! Hari ini aku mau sharing tentang 10 Dewa-Dewi dalam Agama Hindu dan Tugasnya.
Di dalam agama hindu, Tuhan merupakan sosok yang mutlak, kekal, dan nggak berwujud sekaligus punya manifestasi kepada para Dewa yang ada di kayangan. Nah, para Dewa itulah yang punya kendali di alam semesta. Tentunya, setiap Dewa atau Dewi memiliki tanggung jawabnya masing-masing. Ada 3 dewa tertinggi di dalam agama Hindu yaitu Dewa Brahma, Wisnu, dan Siwa. Ketiganya disebut sebagai Trimurti. Selain ketiga dewa tersebut, ternyata masih ada dewa lainnya di dalam agama Hindu yang populer dan punya tugas beragam.
Biar nggak bikin penasaran, berikut 10 Dewa-Dewi dalam Agama Hindu dan Tugasnya yang sudah aku rangkum:
Dewa Brahma merupakan dewa yang menciptakan alam semesta dan menjadi sosok manifestasi dari Brahman (sebutan Tuhan di dalam agama Hindu). Nggak hanya itu aja, Dewa Brahma juga anggota pertama dari Dewa Utama atau disebut Tritunggal. Dewa Brahma dilahirkan di dalam bunga teratai yang tumbuh dalam Dewa Wisnu saat alam semesta dibentuk.
Sebagai anggota kedua dari Dewa Utama (Tritunggal), Dewa Wisnu punya tanggung jawab untuk menjaga keharmonisan, ketaatan, dan keteraturan alam semesta yang telah diciptakan oleh Dewa Brahma.
Nah, kalo Dewa Siwa merupakan anggota ketiga dari Dewa Utama (Tritunggal). Dewa Siwa punya tanggung jawab untuk menghancurkan alam semesta yang sudah diciptakan oleh Dewa Brahma. Alam semesta yang dihancurkan itu tentunya akan dipersiapkan kembali pembaharuannya. Apa yang telah dihancurkan itu harus kembali ke asalnya.
Disebut sebagai Dewa Api, sosok Dewa Agni digambarkan memiliki warna tubuh merah, rambutnya seperti api berkobar, dan punya dua kepala yang bersinar. Dewa agni memiliki tugas untuk memimpin upacara keagamaan dan menjadi duta para dewa. Di dalam upacara keagamaan, Dewa Agni juga diharapkan untuk ikut hadir untuk memberikan persembahan kepada Tuhan. Oh iya, kata 'Agni' sendiri berasal dari bahasa Sanskerta yang artinya api.
Dewa Chandra dipandang sebagai sosok Dewa yang punya wajah tampan dan muda. Nggak hanya itu aja, Dewa Chandra adalah Dewa Bulan yang memiliki dua lengan sekaligus punya garda dan tera. Dalam penggambarannya, Dewa Chandra mengendarai kereta yang ditarik oleh beberapa kuda putih atau antilop untuk melintasi langit. Tugasnya pun sebagai penguasa tanaman dan tumbuhan.
Nah, kalo Dewa Ganesha pasti sebagian Mama mengenalinya dan sering banget ditemukan di India. Dewa Ganesha digambarkan memiliki kepala gajah dan punya empat lengan. Selain itu, Dewa Ganesha sangat dihormati karena sebagai sosok Dewa Pelindung dan Kebijaksanaan yang menolak bencana.
Dewi Laksmi merupakan istri dari Dewa wisnu dan dipandang sebagai sosok yang menghubungkan kebahagiaan di dalam keluarga sekaligus rekan-rekannya. Nggak hanya itu aja, Dewi Laksmi juga disebut sebagai sumber pengetahuan agama dan pendapatan berupa uang.
Sebagai istri dari Dewa Brahma, Dewi Saraswati digambarkan sebagai perempuan yang punya kulit halus dan bersih sekaligus berpakaian serba putih. Selain itu, penampilannya juga terlihat sopan sehingga melambangkan ilmu pengetahuan yang suci.
Dewa Indra merupakan Dewa Pemimpin dan Penguasa Alam. Karena punya posisi sebagai pemimpin, karakter dari Dewa Indra sangatlah beragam. Ia dikenal sebagai sosok Dewa Hujan, Pering, Perang, Raja Surga, Pemimpin Para Dewa, dan masih banyak lagi.
Disebut sebagai Dewi Pangan karena mengatur pertanian di alam semesta, Dewi Sri sering diceritakan oleh orang tua tentang kisahnya ketika anak-anaknya nggak mau menghabiskan makanan.
Itulah pembahasan mengenai 10 Dewa-Dewi dalam Agama Hindu dan Tugasnya, semoga bermanfaat!
Artikel ini merupakan daftar Dewa-Dewi dalam agama Hindu. Nama Dewa-Dewi telah diadaptasi dengan ejaan di Indonesia, seperti: Vishnu menjadi Wisnu; Shiva menjadi Siwa; Aśhvin menjadi Aswin. Karena mengalami adaptasi, beberapa nama Dewa atau Dewi yang diawali dengan huruf W mengalami perubahan menjadi huruf B, dan demikian juga sebaliknya. Beberapa Dewa memiliki nama lain (misalnya: Kumara = Kartikeya = Murugan) dan terasa seperti ada Dewa yang berbeda-beda, tetapi sebenarnya hanya ada satu. Semua nama tersebut dicantumkan dalam daftar ini namun Dewanya tetap satu.
Selain memuja Dewa-Dewi yang berwujud halus, beberapa sekte umat Hindu di India juga memuja makhluk dengan jiwa terberkati. Mereka bukan Dewa yang gaib, tetapi makhluk yang dekat hubungannya dengan Tuhan. Sebagian besar merupakan Awatara atau penitisan Brahman maupun manifestasinya.
Dewa-Dewi tersebut tercatat dalam daftar berikut ini.
Agama Hindu di bali ialah hindu bali (bahasa indonesia: Agama Hindu Dharma; Agama Tirtha; Agama Air Suci; Agama Hindu Bali) ialah bentuk agama Hindu yang diamalkan oleh majoriti penduduk Bali. Ini terutamanya dikaitkan dengan orang Bali yang tinggal di pulau itu, dan mewakili bentuk penyembahan Hindu yang berbeza yang menggabungkan animisme tempatan, penyembahan nenek moyang atau Pitru Paksha, dan penghormatan kepada orang suci Buddha atau Bodhisattva.
Penduduk pulau-pulau Indonesia kebanyakannya beragama Islam (86%).Pulau Bali adalah pengecualian di mana kira-kira 87% penduduknya mengenal pasti sebagai Hindu (kira-kira 1.7% daripada jumlah penduduk Indonesia).
UUD 1945 menjamin kebebasan beragama kepada semua warganegara.Pada tahun 1952, kata Michel Picard, seorang ahli antropologi dan sarjana sejarah dan agama Bali, Kementerian Hal Ehwal Ugama Indonesia berada di bawah kawalan konservatif yang sangat mengekang definisi yang boleh diterima tentang "agama".Untuk diterima sebagai agama rasmi Indonesia, kementerian mendefinisikan "agama" sebagai agama monoteistik, telah mengkodifikasikan undang-undang agama dan menambah beberapa syarat.
Selanjutnya, Indonesia menafikan hak kerakyatan (seperti hak untuk mengundi) kepada sesiapa yang bukan menganut agama monoteistik yang diiktiraf secara rasmi. Minoriti Hindu Bali menyesuaikan dan mengisytiharkan bentuk Hinduisme mereka sebagai monoteistik, dan membentangkannya dalam bentuk yang layak secara politik untuk status agama. Oleh yang demikian, Hindu Bali telah diiktiraf secara rasmi oleh kerajaan Indonesia sebagai salah satu agama rasmi yang diamalkan di Bali.
Pengaruh Hindu sampai ke Kepulauan Indonesia seawal abad pertama Masihi.Bukti sejarah tidak jelas tentang proses penyebaran idea budaya dan rohani dari India. Legenda Jawa merujuk kepada zaman Saka, dikesan ke 78 CE. Kisah-kisah dari Mahabharata telah dikesan di pulau-pulau Indonesia hingga abad ke-1, yang versinya mencerminkan yang terdapat di Tamil Nadu.
Begitu juga, Chandis purba (kuil) yang digali di pulau Jawa dan barat Indonesia, serta prasasti purba seperti prasasti Canggal abad ke-8 yang ditemui di Indonesia, mengesahkan penggunaan meluas ikonografi Shiva lingam, dewi pendampingnya Parvati, Ganesha, Vishnu, Brahma , Arjuna, dan dewa-dewa Hindu yang lain pada kira-kira pertengahan hingga akhir milenium pertama CE. Rekod Cina kuno tentang Fa Hien semasa pelayarannya kembali dari Ceylon ke China pada 414 CE menyebut dua aliran Hindu di Jawa,manakala dokumen Cina dari abad ke-8 merujuk kepada kerajaan Hindu Raja Sanjaya sebagai Holing, memanggilnya "sangat melampau. kaya," dan mengatakan bahawa ia hidup bersama secara aman dengan orang Buddha dan pemerintah Sailendra di Dataran Kedu di pulau Jawa.
Empat Kesultanan Islam yang pelbagai muncul di utara Sumatera (Aceh), selatan Sumatera, barat dan tengah Jawa, dan selatan Borneo (Kalimantan) menjalankan dakwah dan ramai yang menerima Islam.
Dalam kes lain, penganut Hindu dan Buddha meninggalkan dan menumpukan sebagai komuniti di pulau-pulau yang boleh mereka pertahankan. Hindu di Jawa barat bergerak ke timur dan kemudian ke pulau Bali dan pulau-pulau kecil yang berdekatan, dengan itu memulakan Hindu Bali.Semasa era konflik agama dan peperangan antara Kesultanan sedang berlangsung, dan pusat kuasa baru cuba untuk menyatukan wilayah di bawah kawalan mereka, penjajah Eropah tiba.Kepulauan Indonesia tidak lama kemudian dikuasai oleh empayar kolonial Belanda.
Empayar kolonial Belanda membantu mencegah konflik antara agama, dan secara perlahan-lahan memulakan proses penggalian, pemahaman dan pemuliharaan asas budaya Hindu-Buddha Indonesia purba, khususnya di Jawa dan kepulauan barat Indonesia.
Selepas merdeka daripada penjajahan Belanda, Perkara 29 UUD 1945 menjamin kebebasan beragama kepada semua warganegaranya. Pada tahun 1952, Michel Picard menyatakan, Kementerian Agama Indonesia berada di bawah kawalan Islamis yang sangat mengekang definisi yang boleh diterima tentang "agama". Untuk diterima sebagai agama rasmi Indonesia, kementerian mendefinisikan "agama" sebagai agama monoteistik, mempunyai undang-undang agama, memiliki nabi dan Kitab Suci, antara keperluan lain. Hindu Bali telah diisytiharkan sebagai "orang tanpa agama", dan tersedia untuk ditukar. Hindu Bali tidak bersetuju, berdebat, menyesuaikan, dan mengisytiharkan bentuk Hinduisme mereka sebagai monoteistik, dan mengemukakannya dalam bentuk yang layak untuk status "agama" di bawah artikel yang dipinda 1952.
Untuk mencapai matlamat ini, Hindu Bali telah memulakan satu siri inisiatif pertukaran pelajar dan budaya antara bali dan india untuk membantu merumuskan prinsip teras di sebalik Hinduisme Bali (catur veda, upanishad, puranas, itihasa). khususnya, gerakan politik penentuan nasib sendiri di bali pada pertengahan 1950-an membawa kepada petisyen bersama 1958 yang menuntut kerajaan indonesia mengiktiraf hindu dharma.petisyen bersama ini memetik mantra sanskrit berikut dari kitab suci hindu:
fokus petisyen kepada "yang tidak berbelah bahagi" adalah untuk memenuhi keperluan perlembagaan bahawa warganegara Indonesia mempunyai kepercayaan monoteistik kepada satu tuhan. pempetisyen mengenal pasti ida sanghyang widhi wasa sebagai yang tidak berbelah bahagi. dalam bahasa bali, istilah ini mempunyai dua makna: "penguasa Ilahi Alam Semesta" dan "Undang-undang Kosmik Mutlak Ilahi". Frasa kreatif ini memenuhi syarat monoteistik Kementerian Agama Indonesia dalam pengertian dahulu, manakala pengertian terakhir maknanya mengekalkan idea-idea pusat dharma dalam skrip kuno Hindu.
Bali menjadi satu-satunya bahagian Indonesia yang kekal dengan majoriti Hindu
Hindu Bali merupakan gabungan agama Hindu dan adat animisme pribumi yang wujud di kepulauan Indonesia sebelum kedatangan agama Hindu.
Ia mengintegrasikan banyak kepercayaan teras agama Hindu dengan seni dan ritual orang Bali. Pada zaman kontemporari, agama Hindu di Bali secara rasmi disebut oleh Kementerian Agama Indonesia sebagai Agama Hindu Dharma, tetapi secara tradisinya agama ini dipanggil dengan banyak nama seperti Tirta, Trimurti, Hindu, Agama Tirta, Siwa, Buda, dan Siwa-Buda.
Istilah Tirta dan Trimurti berasal dari Hinduisme India, yang sepadan dengan Tirtha (ziarah ke kerohanian berhampiran perairan suci) dan Trimurti (Brahma, Vishnu, dan Shiva) masing-masing. Seperti di India, agama Hindu di Bali berkembang dengan fleksibiliti, menampilkan cara hidup yang pelbagai. Ia merangkumi banyak idea kerohanian India, menghargai legenda dan kepercayaan Purana India dan Epik Hindu, dan menyatakan tradisinya melalui set perayaan dan adat yang unik yang dikaitkan dengan pelbagai hyang - roh tempatan dan nenek moyang, serta bentuk korban haiwan yang tidak biasa di India.
(left), the Divine Oneness and supreme god of Balinese Hinduism. Acintya is a part of temples, home shrines and ceremonies, remembered with a colourfully decorated stone seat,
Kepercayaan dan amalan umum Agama Hindu Dharma seperti yang diamalkan di Bali adalah campuran tradisi kuno dan tekanan kontemporari yang diletakkan oleh undang-undang Indonesia yang membenarkan hanya kepercayaan monoteis di bawah ideologi kebangsaan panca sila.
Secara tradisinya, pagama Hindu di Indonesia mempunyai jajaran dewa dan tradisi kepercayaan itu berterusan dalam amalan; seterusnya, agama Hindu di Indonesia memberikan kebebasan dan kelonggaran kepada penganut Hindu tentang bila, bagaimana dan di mana untuk berdoa.Walau bagaimanapun, secara rasmi, kerajaan Indonesia menganggap dan mengiklankan Hindu Indonesia sebagai agama monoteistik dengan kepercayaan tertentu yang diiktiraf secara rasmi yang mematuhi ideologi kebangsaannya.
Buku teks sekolah Indonesia menggambarkan Hinduisme sebagai mempunyai satu makhluk tertinggi, Hindu menawarkan tiga sembahyang wajib setiap hari, dan Hindu sebagai mempunyai kepercayaan umum tertentu yang sebahagiannya selari dengan Islam.Pertikaian ulama sama ada kerajaan Indonesia ini mengiktiraf dan menugaskan kepercayaan untuk mencerminkan kepercayaan dan amalan Hindu tradisional Bali sebelum Indonesia mencapai kemerdekaan daripada penjajahan Belanda.
beberapa kepercayaan hindu yang diiktiraf secara rasmi oleh kementerian agama indonesia termasuklah:
Teks-teks suci yang terdapat dalam Agama Hindu Dharma ialah Veda dan Upanishad.Mereka adalah asas agama Hindu India dan Bali. Sumber maklumat agama lain termasuk Purana Hindu Universal dan Itihasa (terutamanya Ramayana dan Mahabharata). Epik Mahabharata dan Ramayana menjadi tradisi abadi di kalangan penganut Indonesia, diekspresikan dalam wayang kulit (wayang) dan persembahan tarian. Seperti di India, Hinduisme Indonesia mengiktiraf empat jalan kerohanian, memanggilnya Catur Marga.Ini adalah bhakti mārga (jalan pengabdian kepada dewa), jnana mārga (jalan pengetahuan), karma mārga (jalan pekerjaan) dan raja mārga (jalan meditasi). Bhakti Marga mempunyai pengikut terbesar di Bali.
Begitu juga, seperti Hindu di India, Hindu Bali percaya bahawa terdapat empat matlamat hidup manusia yang betul, memanggilnya Catur Purusartha - dharma (mengejar kehidupan bermoral dan beretika), artha (mencari kekayaan dan aktiviti kreatif), kama (the mengejar kegembiraan dan cinta) dan moksha (mencari pengetahuan diri dan pembebasan).
Some of many Hindu gods and goddesses of Balinese Hinduism: Ganesha (left), Wisnu on Garuda (right).
Hindu bali merangkumi konsep triniti India yang dipanggil trimurti yang terdiri daripada:
Dalam teks Hindu Bali, konsep tripartit alternatif Shiva dari Shaivisme India juga ditemui. Ini biasanya disebut dalam bahasa Bali sebagai "Siwa-Sadasiwa-Paramasiwa", di mana Shiva adalah pencipta, pemelihara dan pemusnah kewujudan kitaran.
Bersama-sama dengan triniti Hindu tradisional, Hindu Bali menyembah pelbagai tuhan dan dewi (Hyang, Dewata dan Batara-Batari), serta lain-lain yang unik dan tidak terdapat dalam Hinduisme India. Sang Hyang Widhi secara literal bermaksud "Tatanan Ilahi",juga dikenali sebagai Acintya ("Tidak Dapat Dibayangkan")atau Sang Hyang Tunggal ("Keesaan Ilahi"),adalah konsep dalam tradisi Hindu Bali yang selari dengan konsep metafizik Brahman dalam kalangan penganut Hindu India. Upacara termasuk kerusi tinggi yang kosong. Ia juga terdapat di bahagian atas kuil Padmasana di luar rumah dan kuil. Ini untuk Sang Hyang Widhi Wasa.
Idea aksiologi Hindu Bali selari dengan idea Hindu India. Walau bagaimanapun, menyatakan Martin Ramstedt - seorang sarjana Hindu di Asia Tenggara, mereka diistilahkan agak berbeza dan diteruskan dari satu generasi ke generasi seterusnya sebagai sebuah komuniti dan pada upacara kerohanian. Tidak seperti sekolah Islam di Indonesia dan Hindu Ashram di India, dan berdasarkan perwakilan rasmi Hindu Bali, ajaran dan nilai tradisional diperoleh di rumah, ritual, dan simbol agama.
Sebagai contoh, perlambangan yang berkaitan dengan percikan "tirtha", atau air suci yang menghubungkan material dan spiritual, air ini mula-mula dipercikkan di atas kepala dan difahami sebagai "penyucian manah (akal)", kemudian diteguk untuk difahami sebagai. "penyucian wak (pertuturan)", dan kemudian ditaburkan ke atas badan yang melambangkan "penyucian kaya (sikap dan tingkah laku)". Dengan demikian, kata Ngurah Nala, generasi muda menjadi “terbiasa dengan nilai-nilai etika yang terkandung dalam konsep Tri Kaya Parisudha, atau pencapaian pikiran yang murni atau baik (manacika), ucapan yang murni atau baik (wacika), dan perilaku yang murni (kayika)".
Terdapat sejumlah tiga belas upacara yang berkaitan dengan kehidupan dari pembuahan sehingga, tetapi tidak termasuk, kematian, yang masing-masing mempunyai empat elemen: penenang roh jahat, penyucian dengan air suci, penyaluran intipati, dan doa. Upacara ini menandakan peristiwa besar dalam kehidupan seseorang, termasuk kelahiran, akil baligh, pemberian makanan bijirin, dan perkahwinan.
Bayi yang baru lahir dipercayai mewakili jiwa moyang dan dianggap sebagai tuhan untuk 42 hari pertama kehidupannya. Bagaimanapun, ibu dianggap tidak suci dan tidak dibenarkan menyertai sebarang aktiviti keagamaan dalam tempoh ini. Seorang bayi tidak boleh menyentuh tanah yang tidak suci sehingga berumur 105 hari, separuh jalan ke perayaan ulang tahun pertamanya mengikut kalendar Pawukon Bali 210 hari. Apabila kanak-kanak itu mencapai akil baligh, enam gigi taring atas difailkan sehingga mereka genap.
Upacara yang paling penting berlaku selepas kematian dan mengakibatkan jiwa dibebaskan untuk akhirnya dijelmakan semula. Tidak seperti upacara kematian agama-agama lain, badan fizikal tidak menjadi tumpuan, kerana ia dilihat tidak lebih daripada bekas sementara jiwa dan hanya sesuai untuk pelupusan yang sewajarnya. Malah, jasad mesti dibakar sebelum roh boleh meninggalkannya sepenuhnya. Upacara pembakaran mayat untuk melakukan ini boleh menjadi sangat mahal kerana upacara yang rumit adalah cara untuk menunjukkan rasa hormat kepada jiwa yang ditakdirkan untuk menjadi tuhan dengan kuasa yang besar ke atas mereka yang ditinggalkan. Oleh itu, mayat kadangkala dikebumikan buat sementara waktu sehingga keluarga dapat mengumpul dana yang mencukupi untuk pembakaran mayat, walaupun mayat imam atau keluarga kelas tinggi dipelihara di atas tanah.
Perayaan yang paling penting ialah Galungan (berkaitan dengan Deepavali), perayaan kemenangan dharma ke atas adharma. Ia dikira mengikut kalendar Pawukon Bali 210 hari dan berlaku pada hari Rabu (Buda) minggu kesebelas (Dunggulan). Menurut tradisi, roh orang mati turun dari Syurga, untuk kembali sepuluh hari kemudian di Kuningan.
Nyepi, atau Hari Hening, menjadikan permulaan tahun Saka Bali dan ditandai pada hari pertama bulan ke-10, Kedasa. Ia biasanya jatuh pada bulan Mac.
Watugunung, hari terakhir kalendar Pawukon, dikhaskan untuk Saraswati, dewi pembelajaran. Walaupun ia dikhaskan untuk buku, membaca tidak dibenarkan. Hari keempat dalam setahun dipanggil Pagerwesi, yang bermaksud "pagar besi". Ia memperingati pertempuran antara kebaikan dan kejahatan.
struktur kasta bali telah diterangkan dalam kesusasteraan eropah awal abad ke-20 berdasarkan tiga kategori - triwangsa (tiga kelas) atau bangsawan, dwijati (lahir dua kali) berbeza dengan ekajati (pernah dilahirkan) orang biasa. empat status telah dikenal pasti dalam kajian sosiologi ini, dieja sedikit berbeza daripada kategori kasta untuk india:
kasta brahmana telah dibahagikan lagi oleh ahli etnografi Belanda ini kepada dua: Siwa dan Buda. Kasta Siwa terbahagi kepada lima - Kemenuh, Keniten, Mas, Manuba, dan Petapan. Klasifikasi ini adalah untuk menampung perkahwinan yang diperhatikan antara lelaki Brahmana kasta tinggi dengan wanita kasta rendah. Kasta-kasta lain juga turut diklasifikasikan lebih lanjut oleh ahli etnografi abad ke-19 dan awal abad ke-20 ini berdasarkan pelbagai kriteria yang terdiri daripada profesion, endogami atau eksogami atau poligami, dan pelbagai faktor lain dengan cara yang serupa dengan kasta di jajahan Sepanyol. seperti Mexico, dan kajian sistem kasta di tanah jajahan British seperti India.
Bali mempunyai sistem kasta yang serupa dengan sistem India dalam bentuk purbanya. Di India purba, kasta dipanggil varna, bermaksud pewarnaan jiwa neutral atau lutsinar atau kecenderungan jiwa untuk berkelakuan mengikut kecenderungan tertentu berdasarkan sifat semula jadinya. Berdasarkan kecenderungan ini orang memilih profesion mereka. Kemudian proses melalui hakisan ini menjadi sistem berasaskan keturunan/kelahiran. Sistem yang sama ini telah diterima pakai di Bali dan ia dipanggil 'Wangsa' yang berkaitan dengan profesion nenek moyang. Walau bagaimanapun, di Bali hari ini, tanpa mengira profesion individu, mereka mengaku milik wangsa keluarga mereka. Terdapat empat wangsa atau profesion asas, yang dikenali secara kolektif sebagai caturwangsa—semua orang Bali tergolong dalam kumpulan ini. Tiga wangsa teratas ialah Brahmana, Satria (atau Ksatriya) dan Wesia (atau Wesya), mewakili golongan bangsawan, dan dikenali sebagai triwangsa. Wangsa keempat dan paling biasa ialah Sudra.
Kumpulan wangsa ini dibahagikan, dan masing-masing mempunyai nama tertentu yang dikaitkan dengannya. Para guru dan pendeta, Brahmana, mempunyai lima subdivisi, dan dikatakan berasal dari satu individu. Lelaki dan wanita mempunyai Ida sebagai nama pertama mereka. Ksatriya adalah pemerintah dan pahlawan tradisional. Nama tipikal wangsa ini ialah "Dewa Agung", "Anak Agung" dan "I Dewa". Wesia, yang kebanyakannya dipanggil Gusti, dianggap sebagai pedagang dari pelbagai jenis. Wangsa yang paling biasa di Bali dari segi bilangan ialah Sudra kerana 90% penganut Hindu Bali tergolong di dalamnya; mereka membentuk rakyat jelata sebagai petani dan lain-lain. Pandes atau Tukang Besi mempunyai 'klan' istimewa yang tidak disebut dalam kumpulan Catur Wangsa tetapi dianggap penting terutamanya kerana kerja mahirnya dan menjadi tukang besi api, Dewa Agni atau Dewa Brahma.
Dalam keadaan apa pun, orang Hindu Bali tidak boleh memakan daging manusia, kucing, monyet, anjing, buaya, tikus, ular, katak, ikan berbisa tertentu, lintah, serangga penyengat, gagak, helang, burung hantu, atau mana-mana burung pemangsa yang lain.
Ayam, buah-buahan, sayur-sayuran dan makanan laut digunakan secara meluas. Penganut Hindu, terutamanya mereka yang tergolong dalam varna (kasta) Brahmin dan Kshatriya, dilarang memakan atau menyentuh daging lembu dan jarang menyentuh daging babi; selain itu, mereka tidak boleh makan di jalan atau pasar, minum alkohol, atau merasai persembahan barangan tersebut.